|
Pantai Kukup, Yogyakarta |
Berjalan, berlarian, menari, menyusuri tepian pantai. Tak hiraukan
terik di bumi khatulistiwa. Abaikan pula kawanan batu-batu kerikil yang siap
menorehkan anak-anak luka. Karena tunggulah, sebuah karya indah akan tercipta,
antara pasir dan air, disitulah akan terukir pijakan-pijakan kenangan, dari
kaki berdua.
Namun sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh. Manusia
juga. Sepandai-pandainya manusia berlarian di pantai, nantinya akan terjerembab
pula, yang akan menggoreskan garis-garis merah atau apalah namanya.
Dan garis-garis merah itu masih menghiasi, hingga detik ini, saat
mata berusaha keras untuk menutup malam. Pada garis pertama tertuliskan, Mengapa karang-karang rindu masih saja tegak berdiri,
menghiasi bibir pantai ini, yaitu pantai hati. Pada garis kedua
tertuliskan, Mengapa gemuruh angin rasa masih juga
kuat berhembus di tepian pantai ini, yaitu pantai hati. Dan pada garis
ketiga tertuliskan. Bahkan, mengapa percik-percik
rasa masih sesekali duakali menerjang tebing pantai ini, yaitu pantai hati.
Adakah daya kuat untuk sekedar membingkai kenangan-kenangan. Atau, adakah daya
kuat yang siap untuk melarung kenangan-kenangan ke samudera raya.
Garis-garis melukis tanya. Dan deret-deret tanya hanya mampu
kugenggam dan kubawa saat berdoa. Kemudian kupasrhkan kepadaNya, ujung akhir
dari semua.