Jumat, 18 April 2014

Paragraf Petak Umpet


Bahagianya, melihat para bocah girang dan senang ketika mereka bermain petak umpet. Sebuah permainan yang mengadu kecerdikan, untuk mencari dan menyembunyikan diri. Menjadi si kucing yang siap mencari kawannya, menutup mata di badan pohon lalu berhitung dari hitungan satu sampai hitungan ke sekian. Setelah semua kawanan kucing berhambur ke lorong-lorong atau semak-semak persembunyian, inilah waktunya si kucing beraksi. Berputar ke sana ke mari, berteriak memanggil nama-nama, tak hiraukan panjang detik menit yang ia jejak, tak risaukan berbagai tikungan yang harus dilewati. Untuk "mencari" atas apa yang sengaja disembunyikan dan "menemukan" atas apa yang sengaja disembunyikan.

Lalu bagaimana dengan kita ? Yang dahulunya juga bocah kecil, lalu kini tumbuh menjadi manusia dengan fisik dan batin yang lebih matang..

Akankah petak umpet masih menjadi pilihan permainan kita ? Atau mungkin menjadikannya sebuah anak tangga untuk menapakkan langkah, menuju satu babak kehidupan yang lebih mapan ? Kamu atau aku menjadi si kucing, yang bersiap mencari dan dicari, untuk saling menemukan apa yang sengaja disembunyikan. Tentunya dengan segala perhitungan matang- perhitungan waktu, perhitangan tikungan, serta perhitungan-perhitungan lainnya. 





Senin, 07 April 2014

Pesona dari atas Awan

Alangkah indah dunia ini
Ketika bumi ini diwarnai oleh pesona senyum insan manusia kepada saudaranya
Ketika bumi ini dipenuhi oleh tangan-tangan di atas yang sedang berbagi kepada sesama
Ketika bumi ini dihiasi oleh hati- hati yang sedang berseri karena sedang mendoakan sekitarnya dalam kebaikan

Dan malam ini aku bersyukur karena aku masih bisa melihat pesona dari atas awan
Sebuah pesona yang terpancar dari bumi Allah
Itulah pancaran dari tangan-tangan yang sedang berderma, yang sedang mengikat waktunya dengan berlomba dalam kebaikan 

Selasa, 01 April 2014

Pagi di Kedai Kopi

Selamat datang matahari. Selamat menghangatkan jiwa-jiwa yang sedang merapikan rumbai-rumbai gordin jendela kamar. Selamat menyinari jiwa-jiwa yang jendela hatinya senantiasa terbuka untuk menuangkan tetes demi tetes kasih sayang.

Pagi ini garis horizon matahari masih satu senti. Aku minggat dari keranjang kasur dan sepagi ini aku  menapaki kulit ari bumi menuju kedai kopi. Hawa dingin mampu kulewati. Dan di depan pintu kedai aku mulai bisa mencium wangi ruangan bertabur aroma kopi. Inilah hiburanku pagi ini.

Aku lirik halaman di depan, di luar embun-embun masih menggoda rumpu-rumput hijau. Di atas meja nomor satu segera kusandingkan teko, cangkir, sendok, dan tangan kananku. Lalu perlahan kutuang kopi, mengisi kekosongan ruang, segaris dengan lingkar kepala cangkir.

Maka lihatlah apa yang ada di hadapanku. Kopi tersaji manis dan siap disedu. Darinya aku melihat ada keserasian dan keromantisan. Dua buah keindahan yang bisa dilihat oleh siapa saja yang menikmatinya dengan kedua mata dan hatinya.


Suatu hari ketika hati menikmati pesona kembang api
Dor berkali-kali
Seketika itu pun bunga-bunga api di atap langit menghilang menjadi hitam kembali
ditulis 25 Maret 2014 pukul 2:15 

Museum Tanpa Loket


Baru saja aku selesai berkeliling di sebuah museum tanpa loket 

Di sana aku melihat beberapa goresan tintamu menghiasi dindingnya 
Batinku menyala, betapa engkau tulus menuliskan setiap rasa yang mengembun di kelopak hatimu, tanpa ada rasa bangga juga malu kan pujian serta cerca dari mereka 
Engkau juga tak gentar menyiarkan ke dunia betapa dirimu yang kokoh hanyalah manusia tiada daya tanpa kasih ibumu, ayahmu, keluargamu, juga teman-temanmu.. 

Musuem yang indah 
Bolehkah aku singgah lagi 
Untuk sekedar berteduh di bawah rindang puisi-puisimu


Spesial untuk Arka
21 Maret 2014 pukul 2:10