Rabu, 26 Agustus 2015

Seperti Gelas Mug




Kali ini aku hanya ingin melebarkan daun telinga. Menyimak cerita-cerita kalian. Memperhatikan setiap bahagia kalian. Mendengarkan dengan seksama  setiap kesedihan, kebingungan, kecemasan kalian. Memperhatikan setiap perjuangan-perjuangan besar kalian.

Maka ke marilah. Kali ini aku hanya ingin menjadi gelas mug saja, yang boleh kau tuang dengan segala macam rasa, seperti teh yang manis, wedang jeruk yang asam manis, atau kopi yang manis dengan sedikit pahitnya. Bukan menjadi teko, yang akan menuang, yang akan memberi.

Hingga kelak, aku bisa merangkai hikmah-hikmah dari cerita kalian. Lalu aku dan kalian bersama menjadi bijaksana.

.

Selasa, 25 Agustus 2015

Berkicau disaat Kacau



Begini ni, berkicau disaat kacau. DP BBM langsung dihapus, PM ganti sepersekianmenit. Niatnya nggak online malah blogwalking. Dengan pede baca-baca blognya  padahal disebelah ada guru juga yang lagi online. Pergi ke TU, niatnya pinjem stapler besar buat benahin buku dongeng yang brodol, saking semangatnya taplak meja ikut disteples, parahnya pas balik ke perpustakaan ternyata tu buku kovernya kebali, dan sampul buku belum menyatu. Biasanya tetep stay di ruangan pun ada rapat guru. Lhah ini? Melarikan diri di ruang guru, duduk cantik dan blogwalking.
>.<

Minggu, 23 Agustus 2015

Lebih Dekat



Manusia dengan segala duka dan bahagianya. Ada masa ketika hati kita diuji, laiknya permainan trampolin. Perlahan raga ini akan diwa naik dan turun namun seketika juga melesat tinggi dan rendah dalam sekejap. Up and down!

Manusia dengan segalan kelebihan dan kekurangannya. Ada masa ketika kita mampu merampungkan setiap amanah tanpa merasa susah, marah, dan gelisah. Namun ada kalanya kondisi itu berlawanan, di mana menyelesaikan amanah penuh gelisah, amarah, dan rasa susah.

Manusia, adalah makhluk yang  dicipta dengan sebaik-baik bentuk. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Kalam Allah dalam Surat At-Tiin ; 4).

Atas nikmat hati dan akal yang Allah berikan. 
Diri kita sendirilah yang sejatinya memahami apa, siapa, dan bagaimana diri kita. Disaat suka, kita sendiri yang mengerti bagaimana mengemasnya, mungkin dengan bersorak, mungkin dengan bersyukur, atau bahkan dengan berbagi rasa suka dengan yang lain. Dan disaat duka melanda, hanya diri kita saja yang bisa mengerti bagaimana cara menakhlukkannya, mungkin dengan cukup membiarkannya larut dan hanyut dalam diri, lari kepada manusia, atau malah kembali kepada yang memberi nikmat duka itu sendiri.

Masih belajar untuk menyederhanakan yang terlihat rumit.
Masih berupaya untuk mengenali apa, siapa, dan bagaimana diri ini.

“Gunakan yang ada, lalu maksimalkan”